Para ulama’ memiliki ijma’ bahwa tidak boleh dan tidak sah bagi wanita yang haidh atau nifas untuk berpuasa.
Dari Abu Sa’id al-Khudriy radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أليس إذا حاضت لم تصلِّ ولم تصم؟
“Bukankah jika dia haidh maka dia tidak shalat dan juga tidak berpuasa?”[1]
Dan para ulama’ juga memiliki ijma’ bahwa wajib bagi wanita yang tidak berpuasa karena haidh atau nifas untuk mengqadha’ puasa yang ditinggalkannya tersebut setelah bulan Ramadhan, sebagaimana perkataan ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,
كان يصيبنا ذلك، فنُؤمَر بقضاء الصوم، ولا نُؤمَر بقضاء الصلاة.
“Itu terjadi pada kami dahulu (yakni, haidh -penj.), dan kami diperintahkan untuk mengqadha’ puasa, tetapi tidak diperintahkan untuk mengqadha’ shalat.”[2]
Catatan: Artikel ini adalah bagian dari buku kami Tuntunan Ibadah Ramadhan di Tengah Wabah Corona. Bagian lainnya dari buku ini yang berkaitan dengan fikih puasa Ramadhan dapat disimak di sini.
Penulis: Ustadz Dr. Andy Octavian Latief
Artikel Al-Minhaj Islamic Institute