Dari Qais ibn Abi Hazim rahimahullah bahwa Abu Bakr ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu berkata,
يا أيها الناس إنكم تقرءون هذه الآية وتضعونها على غير مواضعها: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا عَلَيْكُمْ أَنفُسَكُمْ ۖ لَا يَضُرُّكُم مَّن ضَلَّ إِذَا اهْتَدَيْتُمْ}، وإني سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: (إن الناس إذا رأوا الظالم فلم يأخذوا على يديه أوشك أن يعمهم الله بعقاب منه).
“Wahai manusia, sesungguhnya kalian membaca ayat ini dan meletakkannya pada tempat yang bukan semestinya, ‘Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu. Tidaklah orang yang sesat itu akan memberikan madharat kepadamu jika kamu telah mendapat petunjuk.’[1] Sesungguhnya aku mendengar bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Sesungguhnya manusia jika melihat seseorang yang berbuat kezhaliman lalu tidak mencegahnya, maka ‘adzab Allah akan menimpa mereka semua.’”[2]
Dari hadits ini kita simpulkan bahwa jika amr ma’ruf nahy munkar ditinggalkan, sehingga kesyirikan, kebid’ahan, dan kemaksiatan dibiarkan begitu saja tanpa ada yang mencegahnya atau memperingatkan atasnya, maka ‘adzab Allah akan menimpa semua orang, baik yang melakukan berbagai keharaman tersebut maupun yang tidak. Ini menunjukkan bahwa melakukan perbaikan di tengah-tengah masyarakat adalah sebab keselamatan, baik di dunia maupun di akhirat.
Hadits di atas juga menjelaskan bahwa hal ini tidaklah bertentangan dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا عَلَيْكُمْ أَنفُسَكُمْ ۖ لَا يَضُرُّكُم مَّن ضَلَّ إِذَا اهْتَدَيْتُمْ
“Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu. Tidaklah orang yang sesat itu akan memberikan madharat kepadamu jika kamu telah mendapat petunjuk.”
Ayat ini secara zhahir menyatakan bahwa orang yang mendapatkan hidayah dan petunjuk, yang tidak ikut melakukan berbagai keharaman yang dilakukan oleh orang-orang di sekitarnya, itu tidak akan mendapatkan madharat akibat keharaman yang mereka lakukan itu, baik apakah orang tersebut melakukan amr ma’ruf nahy munkar atau tidak. Akan tetapi, ini adalah pemahaman yang salah, sebab tidak mungkin bagi orang yang mendapatkan hidayah dan petunjuk untuk meninggalkan amr ma’ruf nahy munkar, karena itu adalah bagian dari agama yang telah Allah perintahkan kepada kita. Tanda seseorang mendapatkan hidayah dan petunjuk adalah dia akan melakukan amr ma’ruf nahy munkar karena itu telah Allah wajibkan kepadanya.
Dari sini kita bisa mengetahui bagaimana pemahaman Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu, seorang sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang paling utama, terhadap dalil-dalil syar’iy. Beliau memahami bahwa dalil-dalil yang tampak bertentangan itu sebenarnya tidak ada pertentangan di dalamnya jika dipahami dengan pemahaman yang shahih. Ini berbeda dengan praktik sebagian orang yang sering membenturkan dan mempertentangkan berbagai dalil untuk meraih kesimpulan bathil yang mereka inginkan.
Oleh karena itu, jika seseorang itu berusaha mencegah kemungkaran yang terjadi di sekitarnya, baik apakah dia mencegah dengan tangannya jika dia mampu dan berwenang untuk mencegah kemungkaran itu dengan tangannya, atau dengan lisannya jika dia sanggup menyampaikan ilmu dan nasihat kepada mereka, maka dialah orang yang mendapatkan hidayah dan petunjuk, yang ingin melakukan perbaikan di tengah-tengah masyarakat, walaupun bisa jadi banyak yang tidak suka dengan hal tersebut.
Penulis: Ustadz Dr. Andy Octavian Latief
Artikel Al-Minhaj Institute