Jika kita merenungkan rangkaian peristiwa bersejarah dari sirah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam, maka sungguh akan banyak sekali pelajaran yang bisa kita ambil dan bisa kita teladani. Di antara episode sirah yang menggetarkan jiwa dan dapat melecutkan semangat kita bi’idznillah untuk berdakwah di jalan Allah adalah ketika kita memasuki masa-masa akhir dari periode Makkah.
Pada musim haji tahun kesebelas kenabian, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertemu dengan enam orang dari kalangan penduduk Yatsrib (Madinah) yang hendak menunaikan ibadah haji di Makkah. Sebagaimana kebiasaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada tahun-tahun sebelumnya yaitu mendakwahi setiap kabilah bahkan setiap orang atau sekelompok orang yang beliau temui pada saat musim haji, maka beliau pun mulai mendakwahi keenam orang tersebut, menyampaikan kepada mereka ajaran Islam dan risalah tauhid. Keenam orang tersebut adalah As’ad ibn Zurarah, ‘Auf ibn al-Harits, Rafi’ ibn Malik, Quthbah ibn ‘Amir, ‘Uqbah ibn ‘Amir, dan Jabir ibn ‘Abdillah ibn Ri’ab. Semuanya menerima dakwah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bertekad untuk mendakwahkan Islam kepada kaum mereka di Madinah.
Setelah itu, pada musim haji satu tahun setelahnya, kembali datang sekelompok orang dari Madinah, yaitu seluruh orang yang telah menerima dakwah Nabi pada tahun sebelumnya (kecuali Jabir ibn ‘Abdillah ibn Ri’ab), ditambah tujuh orang lainnya yaitu Mu’adz ibn al-Harits, Dzakwan ibn ‘Abdil-Qais, ‘Ubadah ibn ash-Shamit, Yazid ibn Tsa’labah, al-’Abbas ibn ‘Ubadah, Abul-Haitsam ibnut-Taihan, dan ‘Uwaim ibn Sa’adah, radhiyallahu ‘anhum ajma’in. Mereka berbai’at kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di ‘Aqabah Mina yang mana peristiwa bai’at ini kemudian dikenal dengan nama Bai’at ‘Aqabah Pertama.
Mari kita baca penjelasan dari Syaikh Shafiyyur-Rahman al-Mubarakfuriy rahimahullah dalam kitab beliau ar-Rahiqul-Makhtum tentang apa yang terjadi setelah Bai’at ‘Aqabah Pertama ini. Beliau rahimahullah berkata,
وبعد أن تمت البيعة وانتهى الموسم بعث النبي صلى الله عليه وسلم مع هؤلاء المبايعين أول سفير في يثرب، ليعلم المسلمين فيها شرائع الإسلام، ويفقههم في الدين، وليقوم بنشر الإسلام بين الذين لم يزالوا على الشرك، واختار لهذه السفارة شابا من شباب الإسلام من السابقين الأولين، وهو مصعب بن عمير العبدري رضي الله عنه.
“Setelah bai’at selesai dilakukan dan berakhirlah musim haji, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus seorang utusan pertama dalam Islam untuk pergi bersama orang-orang yang berbai’at tersebut, dalam rangka untuk mengajarkan kaum muslimin tentang syari’at Islam, membuat mereka paham agama, dan menyebarkan Islam di antara mereka yang masih berada di atas kesyirikan. Nabi memilih untuk tugas ini seorang pemuda Islam yang termasuk orang yang lebih dahulu masuk Islam, yaitu Mush’ab ibn ‘Umair al-’Abdariy radhiyallahu ‘anhu.” 1
Lihat bagaimana perhatian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada umat beliau. Lihat pula bagaimana beliau mengarahkan dakwah kepada orang-orang yang telah masuk Islam, agar kualitas pemahaman agama mereka menjadi lebih baik, dan juga kepada orang-orang kafir, agar mereka meninggalkan kesyirikan yang selama ini mereka lakukan. Ini beliau lakukan dengan mengutus seorang da’i, seorang pengajar, seorang sahabat yang mulia, bahkan termasuk kalangan para sahabat yang masuk Islam paling awal, untuk mengajarkan Islam di Madinah. Beliau adalah Mush’ab ibn ‘Umair al-’Abdariy radhiyallahu ‘anhu, yang masuk Islam ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam masih berdakwah secara sembunyi-sembunyi di rumah al-Arqam ibn Abil-Arqam radhiyallahu ‘anhu.
Di Madinah, Mush’ab radhiyallahu ‘anhu tinggal di rumah As’ad ibn Zurarah al-Khazrajiy radhiyallahu ‘anhu, salah satu dari enam orang Madinah yang didakwahi oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika musim haji pada tahun sebelumnya, dan juga salah satu dari dua belas orang yang berbai’at pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di Bai’at ‘Aqabah Pertama. Dari rumah As’ad ibn Zurarah inilah dakwah Islam kemudian berkembang pesat di Madinah. Dr. Kamilah al-Kuwariy hafizhahallah berkata,
أسعد بن زرارة الخزرجي من بني النجار، أسلم في بيعة العقبة الأولى، ونزل مصعب سفير النبي صلى الله عليه وسلم عنده، فصار بيته مصدرا للإسلام.
“As’ad ibn Zurarah al-Khazrajiy dari Bani an-Najjar, masuk Islam pada Bai’at ‘Aqabah Pertama. Mush’ab utusan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tinggal di rumah beliau, sehingga rumah beliau pun menjadi sumber tersebarnya Islam.” 2
Dari dakwah Mush’ab yang didukung dan dibantu oleh As’ad inilah, Allah memberikan hidayah kepada sebagian besar penduduk Madinah, sampai-sampai Syaikh Shafiyyur-Rahman al-Mubarakfuriy rahimahullah berkata dalam kitab beliau ar-Rahiqul-Makhtum,
وأقام مصعب في بيت أسعد بن زرارة يدعو الناس إلى الإسلام، حتى لم تبق دار من دور الأنصار إلا وفيها رجال ونساء مسلمون، إلا ما كان من دار بني أمية بن زيد وخطمة ووائل، كان فيهم قيس بن الأسلت الشاعر – وكانوا يطيعونه – فوقف بهم عن الإسلام حتى كان عام الخندق سنة خمس من الهجرة.
“Mush’ab tinggal di rumah As’ad ibn Zurarah, mendakwahkan Islam kepada manusia, sampai-sampai tidak ada satu rumah pun dari rumah-rumah kaum Anshar kecuali di dalamnya ada orang-orang yang telah masuk Islam, baik laki-laki ataupun perempuan. Kecuali rumah Bani Umayyah ibn Zaid, Khathmah, dan Wa’il, di mana di tengah-tengah mereka ada seorang penyair bernama Qais ibn al-Aslat yang ditaati oleh mereka dan menghalangi mereka dari Islam, sebelum pada akhirnya mereka masuk Islam pada waktu Perang Khandaq, yaitu pada tahun kelima hijriyyah.” 3
Dari sini kita mengambil pelajaran bahwa setiap orang memiliki pintu amalannya masing-masing dan memiliki jalan kontribusinya masing-masing untuk dakwah. Mush’ab ibn ‘Umair radhiyallahu ‘anhu dimudahkan oleh Allah dalam bab ilmu, sedangkan As’ad ibn Zurarah radhiyallahu ‘anhu dimudahkan oleh Allah dalam bab harta. Dengan ilmunya, Mush’ab mengajarkan agama kepada masyarakat, dan dengan hartanya, As’ad mendukung dakwah yang dilakukan oleh Mush’ab tersebut. Maka, jadilah seperti Mush’ab dalam kegigihannya untuk menuntut ilmu dan mengajarkan ilmu jika kita mendapati diri kita dimudahkan oleh Allah dalam bab ilmu. Dan jadilah seperti As’ad dalam kegigihannya untuk membantu dan mendukung dakwah jika kita mendapati diri kita dimudahkan oleh Allah dalam bab harta.
Penulis: Ustadz Dr. Andy Octavian Latief
Artikel Al-Minhaj Institute