Kaidah Pertama
Jika seseorang baru wajib baginya puasa di tengah siang, atau hilang darinya penghalang kewajiban puasa di tengah siang, maka dia wajib untuk melakukan dua hal: imsak dan qadha’. Dia harus melakukan imsak, yaitu tidak melakukan pembatal puasa hingga terbenam matahari dalam rangka menghormati waktu yaitu bulan Ramadhan, dan dia harus melakukan qadha’ untuk hari tersebut setelah bulan Ramadhan berakhir.
Berikut beberapa contoh yang memenuhi kaidah ini:
- Seseorang yang baru masuk Islam pada siang hari di bulan Ramadhan.
- Seseorang yang baru baligh pada siang hari di bulan Ramadhan, atau baru sembuh dari penyakit gilanya pada siang hari di bulan Ramadhan.
- Seseorang yang baru sembuh dari sakitnya pada siang hari di bulan Ramadhan.
- Seseorang yang baru pulang dari safarnya pada siang hari di bulan Ramadhan.
- Seseorang yang baru selesai haidh dan nifasnya pada siang hari di bulan Ramadhan.
Kaidah Kedua
Jika seseorang pada awalnya berpuasa kemudian berniat hendak safar pada siang itu juga, maka dia tidak boleh membatalkan puasanya kecuali setelah dia keluar dari kotanya. Adapun jika dia masih di dalam kotanya, maka tidak boleh membatalkan puasanya tersebut. Demikian pula, jika seseorang berencana untuk safar besok siang, maka malam ini dia tetap harus berniat puasa untuk esok harinya tersebut. Tidak boleh baginya untuk berniat sejak awal untuk tidak berpuasa esok hari dengan beralasan bahwa ada jadwal safar di tengah siang. Ini karena dia baru memperoleh ‘udzur untuk tidak berpuasa ketika dia sudah menjadi musafir, yang itu ditandai ketika dia sudah keluar dari kotanya. Adapun sebelum itu, maka dia belum memiliki rukhshah untuk tidak berpuasa.
Kaidah Ketiga
Jika seseorang tidak berpuasa Ramadhan atau membatalkan puasanya tanpa adanya ‘udzur syar’iy, maka wajib baginya dua hal: imsak dan qadha’. Selain itu, wajib baginya untuk bertaubat, dan hendaknya dia menyadari bahwa apa yang dilakukannya tersebut adalah dosa besar.
Catatan: Artikel ini adalah bagian dari buku kami Tuntunan Ibadah Ramadhan di Tengah Wabah Corona. Bagian lainnya dari buku ini yang berkaitan dengan fikih puasa Ramadhan dapat disimak di sini.
Penulis:Â Ustadz Dr. Andy Octavian Latief
Artikel Al-Minhaj Institute