Imam an-Nawawiy rahimahullah berkata,
وينبغي أن يكون حريصا على التعلم، مواظبا عليه في جميع أوقاته ليلا ونهارا، حضرا أو سفرا، ولا يذهب من أوقاته شيئا في غير العلم، إلا بقدر الضرورة، لأكل ونوم قدرا لا بد منه، ونحوهما كاستراحة يسيرة لإزالة الملل، وشبه ذلك من الضروريات، وليس بعاقل من أمكنه درجة ورثة الأنبياء ثم فوتها.
“Wajib baginya untuk bersemangat dan persisten dalam menuntut ilmu di seluruh waktunya, baik malam hari maupun siang hari, dan baik saat safar maupun tidak. Dan tidaklah berlalu sedikit pun dari waktunya untuk selain ilmu, kecuali sesuai kadar yang dibutuhkan untuk makan dan tidur sesuai kadar yang memang tidak bisa dihindari, dan untuk selain keduanya seperti istirahat sebentar untuk menghilangkan kebosanan, dan untuk kebutuhan-kebutuhan lain yang semisalnya. Dan bukanlah orang yang berakal, seseorang yang mungkin baginya untuk mencapai derajat pewaris para nabi, tetapi kemudian dia menyia-nyiakannya.”1
Beberapa faidah yang bisa kita dapat dari perkataan beliau di atas:
- Lihatlah bagaimana beliau sangat memperhatikan waktunya. Tidaklah sebuah waktu beliau habiskan, kecuali untuk ilmu dan hal-hal yang memang menjadi kebutuhan hidupnya.
- Tips belajar dari Imam an-Nawawiy rahimahullah: Mengerahkan seluruh waktunya dan perhatiannya untuk ilmu.
- Tidaklah imamah fid-din didapat kecuali dengan hal ini.
- Tidak ada waktu belajar khusus. Belajarlah walaupun itu malam hari ataupun siang hari.
- Tetap belajar walaupun sedang safar.
- Lihatlah bagaimana beliau mengatakan orang yang memiliki kemampuan untuk menjadi pewaris para nabi tetapi kemudian menyia-nyiakannya itu sebagai orang yang tidak berakal. Banyak kita temui di zaman ini orang yang diberikan kecerdasan oleh Allah, tetapi dia tidak menggunakannya untuk mempelajari ilmu syar’iy. Dia malah lebih tertarik untuk mempelajari ilmu-ilmu umum yang derajat keutamaannya jauh lebih rendah daripada ilmu syar’iy. Imam an-Nawawiy rahimahullah mengatakan orang yang seperti ini sebagai orang yang tidak berakal, walaupun dalam ilmu dunianya bisa jadi dia adalah orang yang paling cerdas.
- Bahwa berakal dan cerdas itu berbeda. Seseorang bisa jadi tidak dikaruniai kecerdasan oleh Allah, tetapi bisa jadi dia adalah orang yang paling berakal karena dia tahu mana yang memberikan kemashlahatan dan kemadharatan baginya di dunia dan di akhirat. Dan seseorang bisa jadi dikaruniai kecerdasan oleh Allah, tetapi jika dia tidak menggunakan hidupnya untuk mempelajari agama Allah, untuk mempelajari kunci kebahagiaan hidupnya di dunia dan di akhirat, maka dia adalah orang yang tidak berakal.
Penulis: Ustadz Dr. Andy Octavian Latief
Artikel Al-Minhaj Institute
- al-Majmu’ Syarhul-Muhadzdzab, karya Yahya ibn Syaraf an-Nawawiy, 1/68, tahqiq Muhammad Najib al-Muthi’iy, terbitan Maktabatul-Irsyad (Jeddah). [↩]